KASUS MEDAN - Aksi terorisme belum lama ini kembali terjalin di Indonesia, kali ini menyasar Katedral Makassar serta Mabes Polri, Jakarta.
Dari 3 pelakon, 2 di antara lain berjenis kelamin wanita.
Periset hukum serta HAM LP3ES sekalian dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Milda Istiqomah berkata, terdapat kenaikan tren aksi teror yang mengaitkan wanita dalam sebagian tahun terakhir.
Dalam kurun waktu 10 tahun( 2001- 2020), jumlah tahanan wanita terpaut aksi terorisme di segala Indonesia menggapai 39 orang.
Walaupun cuma 10 persen dari jumlah pria, Milda memperingatkan kalau keterlibatan wanita itu dapat jadi warning untuk Indonesia.
" Dalam 2 tahun terakhir, di 2018 itu terdapat 13 orang wanita yang ikut serta dalam aksi terorisme di Indonesia," kata Milda dalam dialog virtual tentang Terorisme, HAM, serta Arah Kebijakan Negeri yang diadakan oleh LP3ES, Jumat( 2/ 4/ 2021).
BACA JUGA : Tabrak Mobil Saat Mendahului, Mahasiswa Asal Percut Sei Tuan Meregang Nyawa di Galang
" Setahun selanjutnya, terdapat kenaikan 15 orang. Sayangnya pada 2020 belum menemukan laporan dari BNPT," sambungnya.
Tidak cuma itu, Milda pula mencatat terdapatnya perpindahan kedudukan wanita dalam aksi terorisme di Indonesia sepanjang 20 tahun terakhir.
Pada kurun waktu 15 tahun( 2001- 2015), kedudukan wanita dalam aksi terorisme lebih pada invisble rules ataupun di balik layar.
Misalnya, mereka bertugas selaku operasional fasilitator, pembawa pesan, serta perekrutan.
" Perempuan- perempuan dalam jenis ini mereka tidak cuma berperan selaku perekrutan, tetapi pula selaku perlengkapan propaganda, sebab mereka memanglah terletak di dasar radar," jelas ia.
" Pada dikala itu, yang lebih banyak mengambil kedudukan dalam perang jihad itu pria, perempuan- perempuan ini luput dari pengawasan.
Jadi memanglah dari 2001- 2015 peran- peran mereka tidak nampak," sambungnya.
Kedudukan wanita yang tidak kalah berartinya dikala itu merupakan ideological supporter. Dia menarangkan, perempuan- perempuan ini meregenerasi pandangan hidup jihad kepada anak- anaknya.
Mereka yang masuk ke dalam jenis keluarga ini tidak mengizinkan anak- anaknya buat sekolah di tempat lain, namun mempunyai institusi serta pengajian sendiri.
" Materi- materi yang diketahui modul jihad itu malah berasal dari bunda mereka sendiri," ucapnya.
Baru pada 5- 6 tahun terakhir, kedudukan wanita mulai beralih jadi visible rules, semacam pengeboman di Makassar serta Surabaya.
" Jika tadinya memandang mereka lebih pada ideological supporter serta sebagainya, hingga saat ini kita memandang kalau wanita ikut andil dalam aksi mereka," kata Milda.
BACA JUGA : Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makasar, 14 Jemaat Terluka, Pelaku Hancur Lebur
Buat mengenali alibi di balik keputusan perempuan- perempuan tersebut bergabung dalam aksi terorisme, Milda menyontohkan black widow di Rusia usai peristiwa Moscow Theater Hostage 2002.
Dikala itu, banyak wanita melaksanakan aksi bom bunuh diri sehabis jadi korban pemerkosaan tentara serta pelecehan intim.
Maksudnya, Milda menyoroti minimnya atensi dalam menguak alibi mereka bergabung dengan jaringan terorisme di Indonesia, tidak hanya konteks jihad.
Dalam perihal ini konteks wanita tersubordinasi pula pantas buat dijadikan selaku elemen berarti buat mengenali motivasi wanita dalam terorisme.
" Jika kita memandang tren yang terdapat di internasional, salah satu pemicu wanita gabung jadi teroris itu sebab terdapat perasaan- perasaan yang terpinggirkan, diskriminasi, tidak menemukan keadilan," kata ia.
" Itu wajib kita pikirkan bersama, bila tidak apa yang terjalin di konteks global pula hendak terjalin di Indonesia," sambungnya.
0 Komentar